Skip to main content
Seorang anak laki-laki kecil bertanya kepada ibunya "Mengapa ibu menangis?" "Karena aku seorang wanita", kata si ibu kepada anaknya.. "Aku tidak mengerti", kata anak itu. Ibunya hanya memeluknya dan berkata, "Dan kau tak akan pernah mengerti" Kemudian anak laki-laki itu bertanya kepada ayahnya, "Mengapa ibu suka menangis tanpa alasan?" "Semua wanita menangis tanpa alasan", hanya itu yang dapat dikatakan oleh ayahnya.

Anak laki-laki kecil itu pun membesar menjadi seorang laki-laki dewasa, tetap ingin tahu mengapa wanita menangis. Akhirnya ia berhubung dengan Tuhan, dan ia bertanya, "Tuhan, mengapa wanita begitu mudah menangis?"
Tuhan berkata:
"Ketika Aku menciptakan seorang wanita, ia diharuskan untuk menjadi seorang yang istimewa. Aku membuat bahunya cukup kuat untuk menopang dunia; namun, harus cukup lembut untuk memberikan kenyamanan "

"Aku memberikannya kekuatan dari dalam untuk mampu melahirkan anak dan menerima penolakan yang seringkali datang dari anak-anaknya "

"Aku memberinya kekerasan untuk membuatnya tetap tegar ketika orang-orang lain menyerah, dan mengasuh keluarganya dengan penderitaan dan kelelahan tanpa mengeluh "

"Aku memberinya kepekaan untuk mencintai anak-anaknya dalam setiap keadaan, bahkan ketika anaknya bersikap sangat menyakiti hatinya "

"Aku memberinya kekuatan untuk mendukung suaminya dalam kegagalannya dan melengkapi dengan tulang rusuk suaminya untuk melindungi hatinya "

"Aku memberinya kebijaksanaan untuk mengetahui bahwa seorang suami yang baik takkan pernah menyakiti isterinya, tetapi kadang menguji kekuatannya dan ketetapan hatinya untuk berada disisi suaminya tanpa ragu "

"Dan akhirnya, Aku memberinya air mata untuk diteteskan. Ini adalah khusus miliknya untuk digunakan pada waktu bila pun ia diperlukan."

Popular posts from this blog

Ikhlas. Seni. Penyair. Tiga kata ini yang sering bermain dalam jemala. sejauh mana Chempaka berikhlas? dalam menyubur seni? mendabik dada sebagai penyair? ah... diri masih malu untuk mengakui segalanya. sudah saban purnama diri mahu mengundur. mungkin selayaknya Chempaka sekadar sang perwara yang menjenguk di balik tirai rendang reranting hutan. yang jelas, diri tidak tetap di sini, tidak pula di sana. malu benar mahu mengakui segalanya. kini diri hanya mahu mengakui yang satu sahaja, sekadar seorang embuai yang masih berguru pada yang tahu. itu sahaja. tidak mahu lagi berlebih. malangnya, pasti suara-suara di luar taman larangan yang akan berkicau senda. aduhai... fahamilah. Chempaka lebih suka begini. biar tinta yang mewakili suara sepi diri.
cenderawasih burung kayangan, tuanku putih kilau keemasan. pandanglah hamba si gagak hutan, sebelah mata pun hamba tak terkilan. sebenarnya diri ini musykil, samada aku yang menjadi cenderawasih atau si gagak hutan? namun jauh di lubuk hati, aku begitu yakin bahawa aku adalah sang cenderawasih yang menagih cinta dari si gagak hutan. hahaha, sungguh diri ini kejam. aku tidak sanggup turun takhta demi memuja dia yang menjadi idaman hati. maka jelas sekali aku adalah sang cenderawasih, burung kayangan.
daniel. seorang adik sepupu. begitu comel dia meletakkan dahinya di atas jubin lantai dar nya. hati ini akan pasti tersentuh dengan melihat keletah si comel 1 tahun ini. ah.. rindu pada kota singa dan keluarga semakin terus membuak.